METODE
ILMIAH
Pendahuluan
Metode ilmiah merupakan bagian yang
paling penting dalam mempelajari ilmu ilmiah. Langkah-langkah dalam menerapkan
metode ini tidak harus selalu berurutan. Langkah demi langkah seperti contoh
yang tercantum berikut ini, yang penting ialah pemecahan masalah untuk
mendapatkan kesimpulan umum (generalisasi) yang didasarkan atas data dan uji
dengan data bukan oleh keinginan, prasangka, kepercayaan atau pertimbangan
lain.
A. Langkah
– langkah penerapan metode ilmiah
1. Menentukan
dan memberikan batasan kepada masalah.
Masalah yang dihadapi atau ditemukan ketika mengadakan kontak dengan fakta
dan gejala alam harus diketahui dengan
pasti, yakni fakta-fakta yang terorganisasi yang relevan untuk memecahkan
masalah itu.
Ada dua pendekatan untuk memperoleh hipotesis atau dugaan yang mungkin
benar yaitu :
a.
Pendekatan pertama, yang disebut pendekatan induksi,
diawali dengan pengumpulan data yang didapat dari observasi dan kemudian
menggunakan data itu sebagai dasar perumusan hipotesis.
b.
Pendekatan kedua yang disebut pendekatan deduktif,
merupakan cara yang lebih sederhana, khususnya jika kita sangkutkan dengan
situasi yang sudah dikenal.
3. Menguji dan
mengadakan verifikasi kesimpulan salah satu unsur keberhasilan ilmu alamiah
dalam memecahkan masalah, ialah bahwa ilmu alamiah tidak menerima kesimpulannya
sendiri, tidak memandang bagaimana dapat dipercaya atau luasnya data di mana
kesimpulan itu didasarkan, juga bagaimana baiknya kesimpulan itu cocok dengan
gagasan sebelumnya.
Di dalam ilmu alamiah suatu
kesimpulan bersifat sementara, kesimpulan adalah suatu yang harus diuji.
Penguji seperti itu memerlukan data tambahan.
Data yang diperoleh guna pengujian
terhadap generalisasi tersebut yaitu catatan observasi secara teliti, yang
dapat diperoleh dengan observasi bebas yaitu observasi yang dilakukan dalam
kondisi yang tidak terkendali dan observasi eksperimen (Kondisi yang
terkendali).
Data yang diperoleh dianggap sah
bila kedua observasi itu dapat diulangi oleh pengamat yang lain. Kecermatan dan
kejujuran merupakan persyaratan bagi pencari kebenaran.
Data yang diperoleh dari observasi
tersebut dikumpulkan, dipilih, disusun, dan dikelompokkan, dengan hasil bahwa
keteraturan tertentu atau generalisasi menjadi jelas.
Tidak ada pendapat manusia yang
sempurna, karena itu tidak ada generalisasi yang dianggap sempurna, walaupun
generalisasi keilmuan dapat diselidiki secara kritis oleh banyak peneliti, dan
dalam kondisi tertentu mungkin generalisasi itu tidak benar. Generalisasi yang
tahan terhadap ujian waktu dan pengalaman, serta diiterima sebagai hal yang
benar, disebut hukum. Kebanyakan hukum telah kita revisi bila ada informasi
yang diperhatikan bahwa hukum-hukum itu tidak cepat atau kurang mencukupi.
Hukum sipil dapat diubah atau
dihapuskan dan hukum sipil mencakup suatu perintah atas kewajiban, sedangkan
hukum keilmuan merupakan suatu pernyataan, uraian dan bukan suatu perintah.
Ditinjau dari sejarah cara berfikir
manusia, pada dasarnya terdapat dua cara pokok untuk memperoleh pengetahuan
yang benar, yaitu :
1). Cara yang didasarkan pada rasio
(rasionalisme).
Desvartes
adalah pelopor dan tokoh rasionalisme, menurut beliau bahwa rasio merupakan
sumber dan pangkal dari segala pengertian. Hanya rasio sajalah yang dapat
membawa orang kepada kebenaran dan dapat memberi pimpinan dalam segala jalan
pikiran.
Dalam
menyusun pengetahuan, kaum rasionalis mempergunakan metode deduktif. Dasar
pikiran yang digunakan dalam penalarannya diperoleh dari ide yang menurut
anggapannya sudah jelas, dan pasti dalam pikiran manusia.
Menurut
mereka, pengalaman tidak menghasilkan prinsip, tetapi sebaliknya dengan
mengetahui prinsip yang diperoleh lewat penalaran rasional, maka manusia dapat
mengerti kejadian-kejadian yang terjadi / berlaku dalam sekitarnya.
Masalah
utama yang terdapat dalam rasionalisme adalah evaluasi terhadap kebenaran,
dasar-dasar pemikiran atau alasan-alasan yang digunakan dalam penalaran
deduktif yang bersumber kepada penalaran rasional yang bersifat abstrak.
2). Cara yang didasarkan pada
pengalaman (empirisme)
Kaum empiris
bahwa pengetahuan manusia tidak diperoleh lewat penalaran rasional yang abstrak
tetapi lewat pengalaman yang kongkrit. Menurut anggapan mereka, bahwa
gejala-gejala alam yang bersifat kongkrit dan dapat dinyatakan lewat tangkapan
panca indera.
Kaum empiris
berpegang pada prinsip keserupaan. Pada dasarnya alam adalah teratur.
Gejala-gejala berlangsung dengan pola-pola tertentu.
Kaum empiris
juga menggunakan prinsip-prinsip keserupaan gejala-gejala yang berdasarkan
pengalaman adalah identik atau sama, yang bersifat umum.
Dalam
menyusun pengetahuan secara empiris timbul berbagai masalah, di antaranya bahwa
pengetahuan yang dikumpulkan tersebut cenderung merupakan kumpulan fakta yang
satu sama lainnya belum tentu menunjukkan pengetahuan yang sistematis.
0 comments:
Post a Comment